Tepat tanggal 18 April 2015 lalu ketika berlangsung Konggres Luar Biasa PSSI di Hotel JW Marriot Surabaya juga ada aksi besar bonek yang mengatasnamakan Arek Bonek 1927 yang merupakan pendukung klub Persebaya (1927). Dalam aksi tersebut bonek membawa 3 tuntutan besar yang ditulis di satu spanduk sepanjang tiga meter berisi tiga tuntutan Bonek, yaitu mendukung Presiden RI melawan mafia FIFA demi kedaulatan Indonesia, mendukung Menpora dan BOPI tegas terhadap PSSI dan PT Liga Indonesia, serta kembalikan hak-hak PT Persebaya Indonesia.
Selepas adzan dhuhur waktu Surabaya massa aksi yang berkumpul di tengah teriknya matahari yang sangat menyengat diatas jalan beraspal dan di pagari gedung-gedung bertingkat di kiri kanan jalan Embong Malang tiba-tiba terdiam. Mereka mendengarkan sebuah orasi dari atas truk pengangkut sound system dari salah satu koordinator aksi yaitu Cak Andie Peci demikian biasa dipanggil. Dengan suara gemetar dan terpatah-patah ditengah keheningan massa yang bersimbah keringat panas Andie Peci membacakan berita yang diterima dari Jakarta yang terlihat dicatat di kertas kecil digenggam di tangan kiri sementara tangan kanan memegang mic. Berita yang dibaca adalah tentang Surat pembekuan bernomor 01307 tahun 2015 yang intinya adalah pembekuan segala sesuatu yang berkaitan dengan organisasi PSSI tidak diakui oleh pemerintah. Tanpa dikomando sontak kabar ini disambut peserta aksi dengan suka cita tawa tangis serta sujud syukur dijalan raya , terlihat banyak airmata meleleh ditengah derasnya keringat di wajah dan badan mereka melawan panasnya matahari Surabaya yang terkenal cukup panas.
Adanya pembekuan PSSI sendiri sebenarnya bukanlah dari tujuan bonek itu sendiri karena secara nyata dan seharusnya mereka wajib melanjutkan pengawalan tentang perjuangan mengembalian Persebaya sesuai keyakinannya bahwa Persebaya yang ada harusnya yang berada di bawah manajemen PT Persebaya Indonesia. Dalam kasus ini mereka sudah melayangkan surat pendaftaran gugatan ke Pengadilan Negeri Surabaya. Surat gugatan itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Surabaya dengan nomor 241/Pdt G P/2015 tertanggal 23 Maret 2015. Dalam surat gugatan tersebut ada dua pihak yang tergugat ,mereka adalah PT Mitra Muda Inti Berlian beralamat di Serenity Kavling 11 Semolowaru, Surabaya selaku pengelola Persebaya ISL, disebut sebagai tergugat satu dan PSSI sebagai tergugat dua.
Persebaya sebagai bekas klub perserikatan di era lama memang mempunyai banyak hal khas yang unik dan rumit untuk tidak menyebut komplek disaat era sepakbola modern ini sebagai sebuah klub professional. Sudah banyak tulisan tentang sejarah terbentuknya Persebaya dan juga tentang terbentuknya PT Persebaya Indonesia sebagai badan hukum yang menaungi Persebaya di era professional. Tentang komposisi saham yang diketahui adalah 55 persen dimiliki oleh Saleh Ismail Mukadar , 25 persen oleh Cholid Ghoromah dan 20 persen oleh Koperasi Mitra Surya Abadi yang diketuai oleh Suprastowo. Koperasi tersebut dimiliki oleh 30 anggota klub internal Persebaya atau Pengcab Kota Surabaya.
Disaat menunggu proses pengadilan yang sangat mungkin akan berlangsung panjang dan melelahkan ada baiknya jika pengurus manajemen yang ada dan bonek dalam hal ini bisa memulai memikirkan berbagai hal untuk menyiapkan klub dimasa depan. Teori manajemen olahraga dan manajemen klub bola sudah banyak untuk dipelajari beserta contoh klub yang akan dijadikan acuan belajar dari berbagai aspek. Sebelum masuk kesana tidak ada salahnya mengoreksi ke dalam tentang hubungan dan posisi klub internal dalam hal kepemilikan sebelumnya beserta hak dan kewajibannya.
Dengan asumsi semua 30 klub masih solid dibawah PT Persebaya Indonesia , pertama adalah apakah 30 klub itu nyata adanya dan punya kegiatan pembinaan secara kontinyu walau hanya berupa SSB atau Sekolah Sepak Bola. Sepengetahuan penulis tidak semua klub itu berkegiatan secara rutin dan hanya berupa papan nama sebagai klub yang “ikut” memiliki Persebaya melalui kepemilikan saham di koperasi. Selama ini dalam prakteknya beberapa klub memang menyerahkan pemainnya untuk Persebaya dengan kompensasi dana pembinaan ke klub asal. Untuk penyertaan modal secara riil dari tiap klub penulis belum bisa memperoleh data resmi ada atau tidaknya mereka sebagai pemegang saham juga ikut menyertakan modal dana untuk memutar roda Persebaya. Dalam hal ini adalah hak dan kewajiban klub internal terhadap kepemilikan saham harus jelas dan tertuang dalam anggaran dasar dan rumah tangga yang baru nanti. Karena sebagai bekas klub perserikatan mau tidak mau harus tetap merangkul klub internal sebagai bagian dari sejarah panjang klub , walaupun sebenarnya jika ditelaah secara mendalam tidak ada kewajiban melibatkan mereka kalau dilihat dari sisi manajemen modern sepakbola.
Dalam diskusi "Selamatkan Persebaya" di Hotel Inna Simpang, Surabaya, Sabtu, 9 Februari 2013 beberapa tahun lalu seorang penulis asal Bandung Zen RS memberi istilah “manajemen saweran” untuk klub yang berasal dari perserikatan tidak terkecuali Persebaya. Dalam pemahaman ini adalah manajemen klub dikelola atau mendapatkan modal dana dari saweran beberapa donator dengan berbagai kepentingannya. Belum berupa ikatan kerjasama seperti dengan sponsor untuk durasi lama dan partner kerja. Begitu pula peran klub internal wajib diperjelas.
Saleh Ismail Mukadar sudah berjanji jika semua proses pengadilan sudah selesai apapun hasilnya dia akan mundur dari manajemen PT Persebaya Indonesia , untuk itu pasti akan ada RUPS penggantian Komisaris Utama dan pemilihan struktur yang baru untuk mengelola klub nanti. RUPS ini sejatinya sangat penting untuk menentukan kearah mana dan model kepemilikan klub bagaimana yang akan mereka pilih nanti. Ada beberapa opsi yang bisa di pilih nanti untuk pengelolaan klub Persebaya ini.Sebelum ke opsi tadi di RUPS juga sudah ditentukan komposisi pemegang saham terbaru atau bahkan ada pemegang saham baru.
Pengalaman pahit saat pengelolaan Persebaya diserahkan oleh PT Persebaya Indonesia ke konsorsium yang dipimpin Arifin Panigoro lewat bendera PT Pengelola Persebaya Indonesia jangan sampai terulang , semua harus tercatat dan transparan hak dan kewajibannya.
Beberapa opsi itu misalnya satu dikelola sepenuhnya oleh perwakilan klub internal yang ditunjuk dan dipilih ketua , kedua adalah membuat presidium yang juga melibatkan supporter dalam hal ini bonek beserta klub internal atau membuat koperasi, ketiga adalah dikelola oleh BUMD Kota Surabaya yang dibentuk khusus untuk mengelola Persebaya dan keempat adalah dijual 100% ke pihak lain.
Opsi Pertama
Semua manajemen yang akan mengelola Persebaya berasal dari klub internal dengan asumsi pertama yaitu dalam RUPS sudah ditentukan pemegang saham terbesar masih di klub internal. Dari 30 klub internal itu ditunjuk beberapa orang untuk secara full time bekerja di PT Persebaya Indonesia mengurusi semua hal. Jika dilihat dari para pemilik klub internal di Persebaya sangat jarang atau bahkan sedikit sekali yang punya pengalaman mengelola klub professional dan mengikuti kompetisi sepakbola tanah air. Ini salah satu kelemahan dalam opsi pertama ini , disamping punya kelebihan mereka akan lebih tau tentang sumber daya pemain dari internal klub. Juga harus ada paradigma baru dari klub internal agar tidak “menyusu” ke perusahaan pengelola Persebaya ini agar semua bisa bekerja secara professional dan tertata rapi serta sehat. Selama ini seperti di era perserikatan kebanyakan klub internal masih membebani ke Persebaya padahal saat ini harusnya Persebaya secara organisasi sudah terpisah dari klub internal. Klub internal hanya sebagai pemilik saham saja , dan kepemilikan ini tidak hanya berupa nama jika diperlukan ada penyertaan modal entah berupa apa saja. Jadi disini yang dimaksud adalah Koperasi Mitra Surya Abadi membeli atau mempunyai saham mayoritas di PT.Persebaya Indonesia.
Opsi Kedua
Yaitu berupa presidium dimana kepemilikan klub bisa diwujudkan dalam sebuah koperasi atau sejenisnya dimana anggotanya bisa dari bonek beserta klub internal tadi. Semua anggota mempunyai kewajiban membayar iuran per tahun yang jumlahnya telah ditentukan dan disepakati bersama. Cara ini bisa meniru secara perlahan bisa belajar dari model Barcelona klub peserta liga Spanyol. FC Barcelona merupakan organisasi sepakbola yang lebih dari sekedar klub. Dari anggota yang terdaftar dipilih beberapa orang untuk mengelola klub secara professional dalam periode tertentu , missal 3 tahun atau lima tahun akan berganti pengurus kecuali mereka terpilih kembali dalam pemilihan presidium baru oleh anggota. Selain dari iuran anggota sebagai sumber pendanaan klub , presidium juga bergerak mencari sumber pendanaan lain lewat manajemen baik dari sponsor,hak siar,merchandise klub dan lain sebagainya. Presidum atau pengurus klub disini hanyalah pelaksana dari roda klub karena kekuasaan terbesar ada di tangan anggota.
Di model opsi ini ada peran serta aktif bonek sebagai supporter Persebaya mempunyai peran yang signifikan untuk keberlangsungan hidup klub itu sendiri baik sebagai anggota biasa ataupun terpilih di pengurus klub. Artinya suara bonek juga ada atau masuk dalam setiap pengambilan keputusan tentang jalannya klub. Ada tanggung jawab moral juga disini bahwa bonek yang jadi anggota juga harus bertanggungjawab terhadap klub. Kalau ini yang dipilih akan jadi sejarah besar bagi klub dan bonek. Bonek akan ikut aktif dan mau tidak mau harus mulai belajar bagaimana mengelola klub secara riil terlibat langsung dengan kontrol oleh bonek sendiri yang berada di luar kepengurusan dan tidak jadi anggota. Artinya ini salah satu peluang bonek ikut memiliki klub bukan hanya sebagai supporter tapi secara legal menjadi pemilik klub. Jadilah Persebaya bukan hanya sebuah klub.
Opsi Ketiga
Pilihan ini sangat menarik kalau dilihat dari sejarah Persebaya dan pemerintah kota Surabaya itu sendiri. Jika di masa perserikatan Persebaya sedikit banyak ada campur tangan pemerintah kota melalui pengurus cabang PSSI kota Surabaya dan walikota nya. Keterlibatan pihak pemkot banyak ke soal pendanaan operasional klub Persebaya itu sendiri. Saat kran APBD sudah tidak bisa lagi dipakai untuk sepakbola dan klub harus berbadan hukum mulai dari situ hubungan Persebaya dengan pemerintah kota sudah lepas. Salah satu opsi untuk bisa ikut lagi mengelola klub sepakbola secara langsung walau tetap tanpa APBD Pemerintah kota bisa mengambhil alih kepemilikan PT Persebaya Indonesia secara keseluruhan ataupun mayoritas lewat BUMD yang dibentuk pemkot. Cara ini sudah akan dilakukan oleh Gubernur DKI Ahok lewat BUMD JakPro yang akan membeli saham Persija. Model ini sepertinya menjadi opsi terbaik untuk tetap menempatkan Persebaya dan Bonek sebagai salah satu ikon kota Surabaya itu sendiri. Memang akan sangat rumit sekali menilai nominal dari saham yang ada terutama yang dari klub internal karena mereka hanya pasang nama klub. Ada pilihan yaitu saham kepemilikan dari Saleh Ismail Mukadar dan Cholid Ghoromah diambil , artinya BUMD nanti sudah menguasai mayoritas saham Persebaya yaitu 80% saham sisanya yang 20% saham tetap dimiliki koperasi klub internal. Dimasa momen pilkada ini memang sangat dilematis untuk berhubungan dengan institusi pemerintah , tapi ini adalah salah satu opsi terbaik untuk Persebaya. Jika opsi ini dipilih harus ada komunikasi terbuka antara manajemen sekarang dengan pemerintah kota. Sampai saat ini belum ada ketertarikan baik pihak pemkot maupun manajemen sendiri.
Nilai positif lain dari kepemilikan lewat BUMD adalah rumah Persebaya tidak akan pindah dari Surabaya dan Persebaya akan menjadi ikon resmi pemerintah kota Surabaya. Tapi ada juga nilai yang kurang baik seperti lebih dekat dengan pemerintah kota yang secara politis bisa jadi langsung ataupun tidak langsung akan selalu berhubungan dengan semua tindakan politik penguasa kota. Belum lagi nanti aka nada pro kontra antara eksekutif dan legislative kota tentang pembentukan BUMD itu sendiri. Masih panjang jalan menuju itu diperlukan keyakinan baik dari pemkot,DPRD, dan manajemen sekarang untuk duduk satu meja demi satu nama Persebaya.
Opsi Keempat ,
Diluar ketiga opsi tadi ada pilihan lain atau keempat yang sepertinya akan banyak pertentangan di internal yaitu 100% saham atau mayoritas dikuasai sebuah korporasi atau perusahaan besar. Kekhawatiran terbesar mungkin ada di bonek jika Persebaya dipindah home base keluar Surabaya. Ini bisa dimaklumi karena bonek ada juga karena ada Persebaya begitu juga sebaliknya. Tapi hal ini bisa dihindari jika diawal peralihan kepemilikan bisa ditegaskan bahwa Persebaya tetap di Surabaya.Di era sepakbola modern menuju sebuah industri olahraga opsi ini adalah hal wajar di dunia persepakbolaan utamanya masalah hal kepemilikan sebuah klub. Untuk kebaikan dan kelangsungan hidup dan keberlangsungan klub opsi ini juga tidak ada salahnya jika nanti bisa dipilih.
Akhirnya ,
Jadi apapun pilihan opsi yang akan dipilih nanti tidak jadi masalah apabila semua dilakukan secara transparan terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara tertulis. Sebagai supporter bonek bisa sebagai pihak pengontrol aktif agar semua berjalan di arah yang sebenarnya.Bonek juga harus mulai realistis dalam hal ini jika nanti sudah memilih salah satu opsi diatas , maka harus diutamakan adalah kelangsungan pengelolaan roda manajemen dan keuangan klub. Tidak perlu dulu menuntut berprestasi juara yang penting adalah jalannya klub. Gaji lancar , anggaran realistis , semua sisi manajemen digarap dengan hati ,professional dan transparan. Kontraklah pemain dari internal klub dulu dengan harga wajar agar keuangan tetap sehat. Yakinlah jika semua bersikap terbuka dan mau menerima masukan dari berbagai pihak dan bekerjasama semua akan menjadi lebih baik.
Jangan pernah terlambat untuk memikirkan hal ini , akan percuma hasil di pengadilan positif jika setelah itu belum tau dan siap dengan apa yang harus diperbuat belum dipikirkan dan dipersiapkan mulai sekarang.
Jika sudah pernah mati dan kemudian hidup lagi maka hiduplah trus jangan pernah mati lagi .Semoga kita semua bisa kembali menikmati dan “Merayakan Sepakbola” meminjam judul buku Fajar Junaedi penulis buku Bonek.
Sudah siapkah sebuah klub bernama Persebaya bangkit dari tidurnya dan bisa hidup lagi untuk selamanya ?
“Persebaya lebih besar dari yang Kau kira” – Bajulijo.net