Tuesday, May 15, 2012

Menghitung Masa Depan Persebaya (2-Habis)


 
sumber : http://dahlaniskan.wordpress.com

10 Maret 2008

Catatan Dahlan Iskan

Mengapa di Persebaya ini “yang memiliki tidak mampu dan yang mampu tidak memiliki”?
Penyebabnya sangat mendasar. Dan, celakanya, hal itu hanya akan bisa dipahami oleh orang yang selalu peka terhadap adanya perubahan zaman.


Orang yang pikirannya tradisional bukan hanya tidak bisa memahaminya, bahkan pasti akan menolak. Jadi, penjelasan yang akan saya sampaikan ini pun mungkin juga hanya akan bisa dipahami justru oleh orang-orang yang berada di luar klub-klub pemilik Persebaya.

Penyebab mendasar itu adalah bentuk organisasi klub-klub pemilik Persebaya tersebut. Bentuk “klub” atau “persyarikatan” atau “perkumpulan” memiliki kelemahan yang mendasar dilihat dari segi tiadanya otoritas yang tegas.

Dalam sebuah klub, atau persyarikatan, atau perkumpulan, hak semua anggota sama. Tanggung jawabnya sama. Memang, ada mekanisme “suara terbanyak” dalam proses pengambilan keputusannya, tapi tidak memiliki konsep “exit” yang mudah.

Mekanisme “suara terbanyak” tidak bisa meredakan konflik terselubung. Sebab, kalau yang tidak setuju mencapai lebih dari 30 persen, meski tetap kalah, kekalahannya membawa kekecewaan yang menghambat kemajuan klub.

Konsep suara terbanyak sendiri sebenarnya sudah bertentangan dengan filsafat dasar sebuah klub, atau persyarikatan, atau perkumpulan yang semestinya mengutamakan persaudaraan, kebersamaan, dan kesepakatan. Bukan voting-votingan. Zaman dulu, konsep kekerabatan dan persaudaraan memang sangat cocok karena tantangan juga belum banyak.

Tapi, dengan berubahnya zaman, konsep seperti itu sudah tidak cocok lagi. Itulah sebabnya, belakangan bentuk seperti klub dan perkumpulan tidak diakui lagi sebagai “badan hukum”. Bahkan, CV pun sudah tidak diakui lagi sebagai badan hukum.

Tapi, saya tidak membicarakan segi keabsahannya sebagai badan hukum. Saya mau mengemukakan bahwa bentuk perkumpulan memang tidak mungkin bisa membawa kemajuan.
“Zaman baru” memerlukan pembagian tanggung jawab yang jelas. Bentuk persaudaraan dan perkumpulan secara mendasar tidak bisa menjawab rumusan pembagian tanggung jawab itu.

Saya sering ke terminal. Tentu saja amat kotor dari sudut pandang pelayanan modern sekarang. Di tembok terminal sering saya lihat tulisan “Kebersihan adalah tanggung jawab kita bersama”. Setelah membaca tulisan itu, apakah semua orang merasa bertanggung jawab atas kebersihan terminal? Tidak!
Justru tidak ada yang merasa bertanggung jawab. Karena itu, di sekitar tulisan tersebut justru terlihat kekotoran.

Kebersihan terminal mestinya bukan tanggung jawab bersama. Kebersihan terminal adalah tanggung jawab bagian kebersihan! Kalau bagian kebersihannya tidak jalan, itu menjadi tanggung jawab kepala terminal! Kalau ada kepala terminal menyuruh menempelkan tulisan “Kebersihan adalah tanggung jawab kita bersama”, itu artinya kepala terminalnya ingin tidak bertanggung jawab!

Bentuk klub atau perkumpulan kurang lebih mirip itu. Mengapa CLS sebagai klub basket yang hebat di Surabaya tidak pernah menjadi juara nasional? Antara lain, juga karena berbentuk perkumpulan.
Maka, kalau tetap mempertahankan bentuk klub, sudah diketahui bahwa masa depannya tidak ada lagi. Bisa jalan di tempat sudah amat baik. Dan, kalau Persebaya dimiliki klub-klub, lebih susah lagi. Klubnya saja sudah susah, apalagi Persebayanya.

Memang, Persebaya masih bisa maju. Tapi, sifatnya sangat temporer. Tidak bisa diproyeksikan. Kalau pas ada orang yang gila, tercapailah kemajuan itu. Kalau yang gila sudah waras, mundur lagi dan banyak problem lagi. Kalau yang gila sudah waras, harus mencari yang gila lagi. Nah, apakah kita akan selalu bisa mencari orang gila?

Mungkin saja kita akan selalu menemukan orang gila. Apalagi gila yang dibuat-buat saat Persebaya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan politik.
Apakah saya setuju Persebaya menjadi PT? Saya tidak setuju pun, Persebaya harus menjadi PT! Pilihannya hanya menjadi PT atau mati. Sedangkan klub-klub berubah menjadi sekolah sepak bola. Kompetisi intern Persebayanya menjadi kompetisi antarsekolah sepak bola.

Hanya, memang tidak perlu buru-buru. Lima tahun lagi juga tidak apa-apa. Dalam lima tahun ini, saya kira, Persebaya masih akan selalu menemukan orang gila. Mumpung lagi banyak orang gila, ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Lima tahun lagi tidak banyak lagi orang gila. Apalagi, 10 tahun lagi.

No comments:

Post a Comment