Monday, November 5, 2012

Siapa mau jadi pemilik klub sepakbola Indonesia ?


Football is an incredible game. Sometimes it's so incredible, it's unbelievable.
~Tom Landry
Sepakbola itu menarik semua level umur manusia,dari kecil sampai besar hampir semuanya menyukai apa itu permainan dengan bola. Bahkan ada suatu survey yang mengatakan bahwa alat bermain pertama bagi bayi laki-laki adalah bola !

Beberapa hari lalu mundul berita yang mengabarkan bahwa Grup Bakrie lewat Pelita membeli sebuah klub bernama Bandung Raya,sebuah klub yg dulu professional tapi sekarang sudah di amatir. Bandung Raya pernah menjadi juara di salah satu edisi liga Indonesia saat masih bernama Mastrans Bandung Raya (MBR). Saat itu mereka dihuni beberapa pemain berkualitas macam Peri Sandria,Nur Alim dan juga yg fenomenal Dejan Glusevic.

Apa yang menarik disini adalah kembalinya klub “tua” untuk muncul dipermukaan lagi ditengah carut marut persepakbolaan di tanah air,satu sisi kita butuh orang-orang yang peduli dengan kekuatan modalnya sisi lain kita juga butuh orang yang cinta bola juga secara utuh.
Nostalgia akan klub lama jadi muncul sesaat terpikir klub-klub tersebut adalah para pendiri kompetisi bernama Galatama. Secara kepemilikan klub tersebut jelas secara “professional” siapa yang memilikinya dalam arti mendanai klub baik gaji pemain,pelatih dan lainnya. Hal ini yang membedakan dengan klub sekarang terutama yang berada di bawah kompetisi Liga Prima. Klub tersebut dimiliki oleh sebuah konsursium yang membentuk suatu manajemen untuk mengelola klub menjalankan kompetisi ,secara tanggung jawab mereka langsung ke konsursium. Disini agak kabur kepemilikan klub yang ada hanya didanai oleh konsursium.

Dulu klub Galatama dimiliki oleh seorang pengusaha yang “gila” bola dan bener-bener total mereka keluar uang untuk menjalankan klub. Sebut saja TD Pardede punya hotel dan sekolah membentuk Pardedetex di Medan, Benny Mulyono punya pabrik cat Warna Agung dengan klub Warna Agung, Benny Ardi pemilik PT Tempo pemilik dua klub sekaligus Tunas Inti dan Tempo Utama, Sigit Hardjojudanto, dengan Arseto Solonya , sedangkan A. Wenas adalah pengusaha  di kawasan Indonesia Timur juga mendirikan Niac Mitra di Surabaya. Masih ada beberapa klub lagi seperti Perkesa78, Jayakarta,Cahaya Kita.

Kepemilikan klub yang jelas ini bisa dengan jelas akan meminta tanggung jawab kesiapa andai kasus yang saat ini menghinggapi beberapa klub di bawah konsursium terutama masalah gaji baik pemain,staf pelatih bahkan manajemen.Kemana pemain dan staf pelatih meminta hak mereka ,semua berpusat di konsursium yang mereka sendiri tidak mengerti kepada siapa di konsursium tersebut.

Walau ada beberapa berita negative tentang galatama tetep harus kita beri nilai lebih terhadap pengusaha/orang bola tersebut dalam membiayai klub tersebut. Bukan mau mundur tapi andai ada pengusaha yang peduli pada klub yang sudah sekarat/mati suri itu dan dihidupkan lagi pasti aka nada semangat baru bagi stake holder bola lain demi kemajuan sepakbola nasional.

Semisal sebuah konglomerat Indofood menghidupkan kembali Indocement , Jawa Pos Grup menghidupi Niac Mitra / Persebaya , Gudang Garam jadi memiliki klub sendiri,Para Grup memiliki juga dan banyak lagi,pasti akan menumbuhkan semangat baru. Akan tetapi semua tetap harus berpusat ke federasi sebagai wadah resmi sebuah kompetisi yang punya aturan game dan organisasi yang konsisten dan dikelola orang yang tepat dan cinta bola. Akankah muncul Erric Tohir lain yang mau mengelola klub sepakbola secara penuh sebagai suatu kecintaan dan bisnis ? apapun sepakbola sudah menjadi bisnis atau industry tersendiri.

Semua ini juga kembali ke federasi kita yang masih kacau,apapun besar keinginan seseorang mengelola sebuah klub kalau wadah kompetisi atau rumah (federasi) nya kacau tetap saja akan sia-sia. Semangat seporter,semangat pecinta/pengusaha bola akan lebih besar lagi jika federasi yang ada berangsur membaik dan mengelola kompetisi secara baik dan benar.
Football doesn't build character, it reveals character! – Marv Levy

*foto : sumber google

No comments:

Post a Comment